October 19, 2008

Karena Keadilan Bukan Seperti Matematika (Sebuah Tulisan Tentang Quota Haji Indonesia)


Minimal empat juta jamaah haji numplek-blek di Arafah setiap tanggal 9 Dzulhijjah. Data itu belum termasuk jumlah jamaah gelap, yang “nunut” haji tanpa menggunakan visa resmi haji, seperti menggunakan visa umrah, lalu overstay hingga musim haji, atau yang menggunakan visa amal. Bisa dibayangkan bila organisasi negara-negara Islam (OKI) tidak membuat ketetapan tentang quota, bisa semakin banyak problematika yang harus dihadapi oleh pelayan dua tanah suci itu. Dengan jamaah yang sekitar 4 juta saja, setiap tahunnya selalu ada masalah. Terlebih lagi bila dibebaskan tanpa ada aturan quota.

Quota jamaah haji per negara dihitung berdasarkan 1/1000 jumlah penduduk muslim. Artinya, setiap 1000 penduduk muslim, maka ada 1 orang yang ”berhak” untuk berangkat haji. Dengan demikian quota haji Indonesia sebanyak 205.000 orang. Ketetapan OKI ini lalu dijabarkan oleh pemerintah, dalam hal ini Departemen Agama (Depag), dengan memberlakukan sistem quota per propinsi, yaitu 1/1000. Sama seperti yang diberlakukan OKI.

Memang, sekali lalu terlihat adil. Namun kadang kita salah kaprah. Adil menurut kacamata kita sering kali berarti sama rata sama rasa. Konsep inilah yang dipakai oleh Depag. Jumlah Quota DKI adalah 7.012 jamaah. Angka ini diambil dari 1/1000 jumlah penduduk DKI yang sekitar 7 juta orang. Demikian juga quota Jawa Barat yang penduduk muslimnya berjumlah sekitar 37 juta, maka quota propinsinya sebanyak 37.227 jamaah.

Akan tetapi, apakah demikian prinsip adil? Lalu bagaimana antisipasi Depag dalam mengatasi adanya daftar panjang jamaah yang waitinglist di DKI, sedangkan di beberapa propinsi justru jumlah calon jamaah hajinya dibawah quota propinsi. Quota gemuk tapi berdaya kurang ini yang diserbu oleh peminat-peminah haji dari propinsi lain. Alhasil banyak dijumpai berkas aspal. Malah di beberapa kasus didapati bahwa ada oknum pegawai Depag di bagian haji yang justru menjadi calo berkas aspal. (bagaimana menurut kacamata syariah? Insya Allah akan ada tulisan khusus tentang ini)


Dalam menentukan quota, yang sudah berlaku sejak 3 tahun terakhir, sejatinya Depag juga memperhatikan animo masyarakat di suatu daerah. Sehingga tidak lagi terjadi masa tunggu yang hingga bertahun-tahun sebagaimana yang terjadi di beberapa propinsi, antara lain: DKI Jakarta, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan yang membutuhkan masa tunggu hingga 3 tahun sejak pendaftaran.


Andai ada semacam sharing antara Depag, wakil rakyat, dan praktisi haji yang langsung berhadapan dengan jamaah, maka saya yakin akan banyak suara-suara yang mengkritisi kebijakan depag tentang quota ini. Karena, keadilan bukan seperti matematika!


Propinsi & Quota

NAD -- 3.558

Sumut -- 8.050

Sumbar -- 4.347

Riau -- 4.995

Jambi -- 2.606

Sumsel -- 6.290

Bengkulu -- 1.596

Lampung -- 6.216

Bangka Belitung -- 904

DKI Jakarta -- 7.012

DIY -- 3.059

Banten -- 8.451

Jawa Barat -- 37.227
Jawa Tengah -- 29.363
Jawa Timur -- 33.810
Bali -- 207

NTB -- 4.446

NTT -- 417

Kalbar -- 2.314

Kalteng -- 1.335

Kalsel -- 3.461

Kaltim -- 2.790

Sulut -- 627

Sulteng -- 1.740

Sulsel -- 6.826

Sultra -- 1.660

Gorontalo -- 881
Maluku -- 608
Malut -- 972

Papua -- 533
Sulbar -- 1.428
Kepri -- 982

Irjabar -- 289

BPIH Khusus 16.000 Jamaah


*Sumber Depag RI

October 15, 2008

Cara Pendaftaran Haji Reguler


Belakangan ini saya dihujani oleh telephone yang menanyakan apakah masih ada peluang untuk berangkat haji tahun ini. Sebenarnya ini bukan hal baru. Setiap tahun pasti terjadi seperti ini. Di "detik-detik terakhir" barulah orang nggeh bahwa tak lama lagi musim haji kan tiba. Berkali-kali pula saya nggak tega ketika harus menjelaskan bahwa peluang itu nyaris tidak ada. Pasalnya, jauh hari sebelumnya, sudah ribuan orang mengantri untuk keberangkatan tahun ini.

Banyak juga yang dari mereka mengatakan bahwa duluw-duluw, kapan pun mereka punya dana, maka tahun itu juga mereka bisa berangkat menunaikan ibadah yang menjadi rukun Islam ke-5 ini. Tapi, lain Bengkulu lain Semarang, Bung! :) Lain dahulu lain sekarang! Kalau kata orang mah, beda menteri beda peraturan (sttt... yang ini dah jadi rahasia umumkan? :))


Mulai tahun 2004, Departemen Agama, sebagai penyelenggara resmi haji di Indonesia, mengeluarkan peraturan baru tentang Sistem Pendaftaran Haji Indonesia. Bila diizinkan untuk dijabarkan, tatacara pendaftaran haji itu adalah sebagai berikut (kayak ujian! :)):

1. Membuka Tabungan Haji (THI) di Bank Penerima Setoran (BPS) yang sesuai dengan tempat tinggal calon jamaah (sesuai KTP. Jadi, kalau KTP nya Jakarta, ya harus terdaftar di Jakarta, gitu loh)

2. Mengambil Surat Pengantar Pergi Haji (SPPH) dari Depag setempat.


3. Membawa SPPH tersebut ke BPS untuk diinput data ke Siskohat (Sistem Komputerisasi Haji Terpadu) Catatan: BPS hanya bisa menginput data apabila nasabah mempunyai saldo minimal Rp. 20 Jt. Semacam DP gitu lah. (Jadi, uang ini akan didebet dari rekening nasabah dan akan ditransfer ke rekening Depag. Bisa dibayangkan, berapa jumlah rupiah yang ada di Rekening Depag? Untuk satu musim saja, Indonesia mendapat jatah dari OKI sejumlah 205.000 jamaah! x Rp. 20 Jt. Hohoho! :))


4. Setelah diinput, maka calon jamaah akan mendapatkan Nomor Porsi. Nomor
Porsi inilah yang menentukan tahun keberangkatan calon jamaah. Sekedar info saja, untuk DKI, jatah tunggunya hingga 3 tahun dari pendaftaran! (Lagi! 6000-an calon jamaah DKI x Rp. 20 Jt x 3 tahun! Mengendap di rekening Depag. Ck.. Ck.... ck...)

5. Hasil inputan (Bukti THI maksudnya) harus didaftarkan ulang ke Depag.

6. Bila telah selesai semua, maka tinggal menunggu kabar selanjutnya. Pihak Depag maupun Bank akan menghubungi calon jamaah bila telah tiba gilirannya untuk berangkat.

Catatan: Nomor Porsi ditentukan secara propinsi. Dan diberlakukan sistem urut kacang. Jadi, calon jamaah yang mempunyai Nomor Porsi rendah, secara sistem, akan mempunyai peluang yang besar untuk berangkat lebih awal. Kecuali kalau ada faktor X :) Indonesia gitu loh! :))

Kiranya itu yang bisa dibagi di sini. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat di
http://www.depag.go.id/index.php?menu=produk_hukum&opt=detail&id=10

Semoga bermanfaat...!


Makkah 12793 KM


Sewaktu searching di mbah google, saya menemukan foto ini. Saya tak tahu jarak sejauh itu diukur dari penjuru mana di bumi ini. Mungkin dari India, China, Indonesia, Jerman, Jepang, Swedia, Canada, Cheko, NZ, atau entah lah. Yang jelas, dimana pun titik nol kilometer itu berada, jarak itu tak akan berkurang bila kita tak melangkah.

Saudaraku, bila kerinduan akan baitullah sudah tak lagi terbendung, bila lantunan talbiyah sudah mengiang di telinga, maka singkirkan sejenak segala rutinitas yang selama ini mengekang gerak kita. Lepaskan semuanya. Dan berlarilah menuju DIA. Namun, bila engkau tak sanggup untuk berlari, maka berjalanlah! Bila tak sanggup juga, maka merangkaklah! Jangan hanya diam. Karena angka dalam jarak itu tak akan mengecil kecuali engkau coba melangkah. Melangkahlah saudaraku. Semoga Allah mempermudah jalanmu. Amieen...

*Langkah kongrit! Buka Tabungan Haji di BPS! Cuman Rp.500.000,- koq! Sesudah itu, saksikanlah, bahwa saldo itu akan terus bertambah-bertambah dan bertambah! Insya Allah*

BPS = Bank Penerima Setoran